Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Anak pertama menikah dengan anak terakhir selanjutnya adalah mikul dhuwur mendhem jero.

Mikul dhuwur mendhem jero adalah sikap seorang anak untuk menjunjung tinggi kehormatan kedua orang tua.

Caranya adalah dengan menyimpan aib serta kekurangan orang tua sebaik mungkin, sekaligus mengharumkan jasa orang tua.

Selain diwajibkan bagi setiap anak, sikap ini secara khusus juga harus dilakukan suami-istri dalam keluarga.

Artinya, seorang suami harus menutup rapat-rapat aib, kekurangan dan kelemahan yang dimiliki oleh istri.

Caranya dengan menampilkan kelebihan, keunggulan, serta kehebatan yang dimilikinya.

Begitu pula sebaliknya sikap istri terhadap suami harus mikul dhuwur mendhem jero.

Dengan begitu, perjalanan rumah tangga membuat keluarga harmonis secara lahir maupun batin.

Pasang sumeh njroning ati berarti suami dan istri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga harus...

Rumah Tangga yang Mandiri

Semua pasangan pasti mendambakan kebahagiaan dan keseriusan dalam suatu hubungan.

Mitos ketiga tentang pernikahan anak pertama dengan anak terakhir yakni akan menjadi rumah tangga yang mandiri. Terciptanya rumah tangga yang mandiri dikarenakan si sulung yang bertanggung jawab dan mandiri. Sehingga bisa menjadi pemimpin dan suami yang baik.

Meskipun si bungsu memiliki sifat yang manja dan egois. Dengan kata lain sifat mereka akan saling melengkapi dan melengkapi.

Ilustrasi pasangan bahagia.

Mitos kedua tentang pernikahan anak pertama dengan anak terakhir yakni akan memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Terciptanya kehidupan rumah tangga yang bahagia karena segala kebebasan dan hasil dari keegoisan bisa diredam dengan baik. Dimana si sulung dengan sifatnya yang mau mengalah dan tidak akan berebut keegoisan dengan si bungsu.

Moms, Anak pertama menikah dengan anak terakhir mitosnya tidak akan langgeng.

Bahkan, baiknya untuk tidak menikah. Namun, benarkah demikian?

Menurut kepercayaan Jawa, terdapat sebuah mitos yang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat.

Kepercayaan itu berupa pernikahan "tumbu ketemu tutup" yaitu pernikahan anak pertama dengan anak terakhir.

Ada juga yang menyebutkan sebagai perkawinan yang kedua mempelainya dianggap serasi, cocok dan pas.

Serasi di sini dalam artian karakter gaya hidup, misal serasi, rajin dengan rajin.

Dilansir dari UIN Satu Tulungagung Institutional Repository, kepercayaan ini sudah ada sejak zaman dahulu.

Bahkan, dalam karya-karya Sultan Agung, sang raja Jawa yang mengembangkan primbon, neton, dan perjodohan, istilah “tumbu ketemu tutup” tercatat di dalamnya.

Istilah tersebut mengandung makna yang sama, serasi, cocok.

Semisal orang yang hemat menikah dengan orang yang sama hematnya juga, atau orang yang pekerja keras menikah dengan orang yang sama pekerja keras juga.

Pasangan suami istri yang menikah dan dijuluki “Tumbu ketemu tutup” merupakan mereka yang dalam banyak sisi memiliki kecocokan.

Ibarat timbangan, keduanya bernilai sama, tidak berat ataupun ringan sebelah.

Tidak diketahui secara pasti darimana asal mula istilah “tumbu ketemu tutup”, lho Moms.

Namun, istilah "tumbu ketemu tutup" ini terjadi karena adat kebiasaan masyarakat itu sendiri dan mengalir begitu saja menjadi sebuah peribahasa atau ungkapan.

Dari turun temurun sudah ada istilah tersebut, dan itu menjadi kebiasaan orang jawa.

Baca Juga: Begini Cara Menghitung Weton Jawa untuk Pernikahan, Calon Pengantin Wajib Tahu!

Keuntungan Pernikahan ini

Salah satu keuntungan terbesar dari pernikahan ini adalah menciptakan ikatan unik antara dua keluarga. Pasangan tersebut dapat berbagi sumber daya dan dukungan antara keluarga masing-masing, dan dalam beberapa kasus, bahkan saling membantu untuk mengatur keuangan mereka.

Selain itu, perkawinan ini juga dapat menimbulkan rasa percaya yang kuat di antara kedua keluarga, karena dilandasi oleh keyakinan bahwa anak pertama dan terakhir akan menghasilkan hubungan terbaik diantara dua keluarga.

Selain itu, jenis perkawinan ini juga dapat membantu menjembatani kesenjangan antar generasi, karena anak terakhir akan mendapat manfaat dari kebijaksanaan dan pengalaman keluarga pasangannya.

Terakhir, pernikahan jenis ini juga dapat memberikan fondasi yang kuat bagi pasangan tersebut, karena keduanya berada dalam lingkungan yang mendukung dan dapat saling mengandalkan untuk cinta dan pengertian.

Dampak Mitos Anak Pertama Menikah dengan Anak Terakhir

Mitos ini memainkan peran besar dalam membentuk nilai, cita-cita, dan kepercayaan suatu masyarakat. Ini dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, atau untuk memberikan bimbingan moral.

Di banyak budaya, mitos anak pertama menikah dengan anak terakhir dari keluarga yang berbeda adalah hal yang umum. Ini berfungsi untuk memperkuat gagasan bahwa menikahi anggota keluarga termuda adalah penyatuan yang ideal.

Mitos ini didasarkan pada gagasan bahwa anak bungsu lebih manja sehingga lebih cenderung patuh dan menghargai dalam pernikahan. Ini juga menunjukkan bahwa penyatuan dua keluarga yang berbeda dapat bermanfaat dan harmonis, karena anak tertua dan bungsu membawa kekuatan yang berbeda dalam hubungan tersebut.

Pada akhirnya, mitos ini memperkuat gagasan bahwa pernikahan seharusnya tidak hanya didasarkan pada ketertarikan fisik, tetapi pada kualitas yang lebih bermakna seperti kesetiaan dan penghargaan.

Mampu Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga dengan Baik

Umur Pernikahan yang Panjang

Mitos yang terakhir adalah umur pernikahan yang Panjang. Karena mitos-mitos yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pasangan ini dipercayai akan memiliki umur pernikahan yang panjang, bahkan banyak yang mempercayai bahwa mereka akan berpisah karena takdir atau kematian loh.

Nah, itu deretan mitos anak pertama menikah dengan anak terakhir yang dapat Viva berikan rangkumannya ke kamu. Apakah kamu salah satu yang mempercayainya?

2. Kehidupan Rumah Tangga Bahagia

Gagasan menikahkan anak tertua di satu keluarga dengan anak bungsu di keluarga lain telah ada selama berabad-abad – bahkan disebut sebagai ‘mitos anak pertama menikah dengan anak terakhir’.

Hal ini karena diyakini bahwa kombinasi dari dua tipe kepribadian yang berbeda membuat pernikahan yang ideal. Anak tertua sering terlihat dewasa, pekerja keras, dan bertanggung jawab, sedangkan anak bungsu sering terlihat manja, riang, dan kurang dewasa.

Terlepas dari mitosnya, ada banyak variabel berbeda yang perlu dipertimbangkan saat memilih pasangan, dan banyak variabel yang dapat menciptakan hubungan yang sukses dan tahan lama. Artikel ini akan mengeksplorasi mitos pernikahan anak pertama dan anak terakhir, serta variabel nyata yang membuat kemitraan yang sukses dan saling menguntungkan.

Percaya? Ini 5 Mitos Anak Pertama Menikah dengan Anak Terakhir

Senin, 22 Agustus 2022 - 12:09 WIB

VIVA Lifestyle – Dalam masyarakat jawa beredar mitos yakni apabila anak pertama menikah dengan anak terakhir akan menjadi pasangan yang ideal. Bahkan orangtua yang percaya dengan mitos ini, menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip untuk memilih pendamping yang baik bagi anaknya.

Mereka akan mencarikan anak bungsu atau anak tengah untuk anak sulungnya atau pun sebaliknya. Dianggap demikian karena dilihat dari sifat dan kepribadian antara keduanya saling melengkapi. Dimana secara alami sifat yang mereka miliki menjadi pertanda seolah-akan berjodoh.

Nah, berikut Viva berikan deretan Mitos mengenai Anak pertama yang menikah dengan Anak terakhir yang dirangkum dari berbagai sumber sebagai berikut.